Ni Made Sri Andani posted: " Buah Matoa Di taman perumahan tempat saya tinggal, ditanam 2 batang pohon matoa. Walaupun saya sering berada di rerumputan di bawah pohon matoa itu untuk memungut jamur liar, saya kurang nemperhatikan jika pohon matoa itu sedang berbuah. Hingga sua"
Di taman perumahan tempat saya tinggal, ditanam 2 batang pohon matoa. Walaupun saya sering berada di rerumputan di bawah pohon matoa itu untuk memungut jamur liar, saya kurang nemperhatikan jika pohon matoa itu sedang berbuah.
Hingga suatu pagi saya melihat remah-remah kulit buah matoa berceceran di rumput taman. Wow! Saya mendongakkan kepala saya dan melihat ternyata pohon itu sedang berbuah. Masih muda-muda sih. Saya pikir mungkin itu perbuatan tupai. Barangkali tupai bisa menemukan buah yang tua diantara buah-buah muda itu, dan memakannya.
Aah ya. Sangat jelas itu perbuatan tupai. Saya menjadi sangat bersemangat. Bukan karena buah matoa itu. Tetapi karena kemungkinan saya akan bertemu dengan tupai.
Tupai! Tupai! Sejak kecil saya senang sekali melihat tupai. Di Bali ada banyak tupai. Tapi sayang, saya jarang melihat tupai sejak tinggal di TangSel. Melihat ada jejak gigitan tupai pada remah-remah kulit buah matoa bertebaran di sana sini, rasanya sekarang saya jadi sangat bersemangat.
Bangun pagi, setelah matikan lampu taman dan sedikit persiapan saya langsumg lari ke taman. Mata saya selalu tertuju ke pohon-pohon, berharap menemukan tupai. Tak usah banyak lah. Seekor saja , sudah bakalan senang hati saya.
Setiap pohon yang ada di taman saya periksa dengan mata saya. Saya teliti dari batang, cabang ranting, hingga ke pucuk-pucuk daunnya. Saya tak berhasil menemukan tupai seekorpun. Tapi saya tidak berputus asa.
Esoknya saya datang lagi ke taman. Menemukan lagi remah - remah kulit buah matoa di remputan. Saya makin bersemangat mencari tupai. Tapi tidak ada hasilnya. Demikian setiap pagi....
Akhirnya pencarian saya berhenti, ketika suatu pagi, saya menemukan buah-buah matoa berserakan di rerumputan di bawah pohonnya. Seseorang pasti telah memukul-mukul buah matoa itu agat berjatuhan dari pohonnya. Banyak banget.
Saya ambil sebuah dan saya buka. Memang tidak sepat, tetapi masih muda. Hmm... sayang banget jika buahnya disia-siakan begini ya.
Mungkin orang itu tidak paham. Mungkin ia menyangka buahnya sudah matang. Tetapi setelah dicoba ternyata masih muda. Jadi dibiarkan berserakan begini jadi sampah. Sekarang saya tahu, pelakunya ternyata bukan tupai. Tetapi manusia .
Sayang banget. Memang pohon ini ada di taman. Bisa dibilang milik umum. Siapapun anggota perumahan boleh ngambil asal mau. Tetapi jika dipetik saat masih muda begini, dan dibiarkan berserakan di rerumputan kan sayang banget ya.
Waktu berlalu. Kembali saya jalan di taman. Kembali saya melihat ada banyak sekali buah matoa berserakan di rerumputan. Tentu semalam atau kemarin sore ada orang yang menggoyang-goyangkan pohon matoa ini lagi dengan galah. Sehingga buahnya berjatuhan sangat banyak.
Kali ini ukurannya sudah lebih besar-besar. Barangkali buah yang matang telah diambil. Sedangkan yang masih hijau dibiarkan berserakan di rerumputan.
Seorang anak kecil turun dari sepeda. Ia bertanya, "Buah apa ini?". "Buah matoa" jawab saya. "Bisa dimakan?" "Bisa" kata saya. "Coba," katanya lagi. "Kamu puasa nggak?" "Nggak" jawabnya
Saya ambil beberapa buah. Anak itu menunggu dan melihat ke arah saya. Barangkali ingin tahu apakah saya akan baik-baik saja setelah mencicipi buah itu. Saya buka dan manis juga rasanya.
Wajahnya terlihat lega melihat saya ternyata baik-baik saja. Seolah berkata, buah matoa ini beneran tidak beracun .
Ia ikut mengambil sebuah dan memakannya. Ia mengacungkan jempolnya ke saya. Lalu ia mengambil beberapa buah lagi dan dimasukkan ke saku celananya.
Saya melanjutkan langkah saya. Olah raga jalan kaki pagi itu. Ketika kembali melewati jalan setapak di bawah pohon matoa itu, saya lihat sudah ada beberapa anak lain yang ikut memunguti buah itu dan memasukkannya ke kantong celananya. Mungkin sebagian besar dari mereka itu sedang puasa. Tidak ikut makan. Hanya sibuk memungut buah yang ukurannya besar-besar untuk dibawa pulang.
Sebenarnya masih banyak juga sih yang berserakan di rerumputan itu. Tapi entah kenapa hati saya merasa senang. Setidaknya sebagian dari buah yang sudah jatuh berserakan itu ada yang memanfaatkan.
No comments:
Post a Comment