Seperti biasa saya berjalan pagi di taman. Kali ini taman masih sepi, tidak terlihat ada banyak orang yang beraktifitas. Tapi dari kejauhan, saya melihat seorang perempuan sedang mengotek-ngotek pohon matoa yang buahnya sebetulnya masih muda dan belum layak dipetik dengan galah bambu.
Saya berjalan mendekat, karena kebetulan lintasan jalan pagi saya memang melewati jalan setapak di bawah pohon matoa itu. Selain itu penasaran juga dengan siapa sih sebenarnya orang yang suka merontokkan buah matoa yang masih muda-muda ini? Sering banget saya lihat berserakan beserta daun-daunnnya di rerumputan.
Saya lihat perempuan itu mulai memunguti buah-buah matoa yang berjatuhan dan mengumpulkannya dalam kantong plastik. Saking sibuknya, ia sampai tak menyadari jika saya sudah berada di dekatnya. Begitu menyadari jika ada saya, ia pun kaget.
" Eh, ada Ibu! Lagi olah raga ya, Bu? " tanyanya berusaha ramah pada saya untuk menutupi kegugupannya.
Ooh rupanya itu Ibu pekerja kebersihan yang dikontrak beberapa warga yang tidak memilki ART tetap, untuk hanya menyapu halamannya saja. Dia datang setiap pagi dan menyapu halaman di sekitar 4-5 rumah.
" Iya. Lagi jalan pagi" kata saya.
Karena saya penasaran, mengapa ibu itu memetiki buah matoa di taman yang sebenarnya masih muda dan tak layak dimakan, sayapun tak bisa menahan diri untuk bertanya.
"Mengapa buah matoanya dipetikin, kan masih muda-muda? " tanya saya.
"Nggak dipetikin. Ini mungutin yang sudah pada jatoh jatoh dimakanin codot" katanya.
Lho?! Kok bohong ya. Kan tadi saya lihat sendiri dia mengotek-ngotek buah matoa di pohonnya dengan galah. Dia mungkin tidak melihat saya tadi, tapi saya melihat dia dari kejauhan. Walaupun sekarang saya tidak melihat ada galah di situ. Kemana ya galahnya? Sayang saya nggak kepikiran tadi untuk memotretnya.
Selain itu, jika memang buah itu jatuh karena codot, jumlahnya tidak mungkin sebanyak itu.
Codot tidak serakah seperti manusia. Ia hanya mengambil secukupnya yang ia perlukan saja untuk menyambung hidupnya. Mungkin mengambil satu dua atau sepuluh buah saja sudah kenyang. Dan pasti hanya akan memilih buah yang sudah matang dan manis. Bukan merontokkan ratusan atau bahkan ribuan buah yang masih muda-muda begini. Sayang banget.
Satu lagi, codot tidak merontokkan daun-daun matoa ketika mengambil buahnya. Kalau dilihat banyaknya sampah daun-daun hijau yg ikut rontok bersama dengan buah- buah yang muda, sudah pasti ini perbuatan manusia dengan menggunakan galah 🤣
Tapi saya malas berdebat urusan codot itu lagi. Sudah jelas bagi saya.
Akhirnya saya cuma memberitahu bahwa, pohon matoa ini memang ditanam untuk warga perumahan. Siapapun warga di sini berhak untuk mengambilnya, tapi sebaiknya dibiarkanlah dulu buah matoa itu membesar dan tunggu sampai matang, baru diambil. Mana enak dimakan jika masih kecil dan muda-muda begini.
"Enak kok. Memangnya ibu nggak pernah nyoba?" Katanya agak nyolot.
"Ini bekas dimakan codot!!!. Dimakan codot!!! " katanya berulang ulang dengan ketus untuk meyakinkan bahwa itu semua adalah sisa dimakan codot.
Saya hanya tertawa dan mau lanjut berjalan saja. Pagi yang indah tak layak dihiasi dengan kekesalan hati.
Saya lihat ia membuka sebuah matoa yang berukuran agak besar dan memakannya. Terdengar dia menggerutu.
"Daripada keduluan codot" gumamnya tapi masih kedengeran oleh saya.
"Kalau nggak diambil, palingan ntar juga orang lain yang ngambil" sungutnya lagi.
Saya melanjutkan jalan dan mengerling ke sebuah galah yang bersandar di pagar dekat pohon matoa. Tadi tak kelihatan oleh saya. Dan ternyata ada sebuah lagi di dekat jembatan. Agak tersembunyi.
Setelah menyelesaikan target langkah pagi , sayapun mau pulang. Tanpa sengaja saya menoleh ke arah pohon matoa yang agak jauh di belakang saya.
Terlihat ibu itu bersama dengan seorang lelaki sedang mengotek-ngotek pohon matoa dengan galah. Sayapun mengambil hape saya dari saku. Mengarahkan kamera hape ke bawah pohon matoa itu. Dan …
"Click"
Saya sedang mengabadikan sebuah ketidakjujuran untuk menutupi keserakahan. Bukan untuk apa-apa. Tetapi untuk mengingatkan diri saya sendiri, bahwa:
Ketidak-jujuran, walaupun itu hanya menyangkut sebutir buah matoa yang mungkin tidak seberapa harganya, tetaplah sebuah ketidakjujuran.
Dan ketidak-jujuran, terlepas dari apakah ada orang lain yang melihat dan mengetahui atau tidak, tetaplah sebuah ketidak-jujuran.
No comments:
Post a Comment